Tuesday, August 21, 2018

Catatan Legit 1


Rata-rata aktivitas kita dihabiskan dengan bergumbul dengan ditemani kopi hitam dan gorengan, budaya ngopi memang telag berkembang di Indonesia khususnya setelah era perjuangan kemerdekaan dahulu orang-orang akn banyak minum kopi sebagai teman ngobrol di pos ronda atau saat istirahat  disawah, kedai-kedai kopi hanya ada di pasar dan hanya akan ramai saat hari pasaran tiba.
Hari ini budaya ngopi sudah menjadi kebutuhan primer bagi sebagaian besar penduduk disini, kita bisa melihat kedai kopi mulai yang harga satu gelas dua puluh ribu hingga harga tiga ribu rupiah, mulai kopi grade A+ hingga C, semua tersedia di Trenggalek, Sepanajang jalan panglima sudirman ada bisa lihat begitu banyak kedai-kedai kopi mulai dalam bentuk angkringan hingga coffee shop.
Semua bertebaran di jalan itu, tetapi masih banyak lokasi menarik bisa kita nikmati kopi di kedai kopi, kita semua mengenal  warung kopi kuwot, yang sekarang telah melahirkan dua  warung kopi putu kuwot . Kedai kopi yang kita kenal  bukan hanya lokasi kita meminum kopi  tetapi juga tempat bertukar informasi, bahkan dalam beberapa hal menjadi tempat menyelesaikan masalah.
Ngopi juga sudah menjadi kata ganti untuk sesuatu hal yang bisa dikerjakan dalam kedai kopi. Kedai kopi juga telah menjadi tempat kreativitas anak muda, walaupun budaya ini belum tersebar dengan baik di kota kecil ini, kita bisa melihat dikota-kota besar upps, tak perlu ke Jakarta tetapi anda bisa melihat di Kediri & Tulungagung makin banyak anak muda yang bekerja di kedai kopi.
                Tentu anak muda ini bekerja memanfaatkan fasilitas kedai kopi yaitu jaringan internet & jaringan listrik. Kedai kopi telah menjadi ruang kreasi bagi anak muda untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah. Tapi kedai-kedai kopi di Trenggalek belum banyak yang mampu membuat atmosfer  kedai kopi menjadi atmosfer yang produktif  bagi pengunjungnya. Tetapi memang atmosfer tersebut memang dibentuk dari pengunjungnya.
               Menurut saya ada beberapa kedai kopi yang mampu menghadirkan atmosfer produktif seperti legit kopi di ngantru, Anda Kopi di jalan panglima sudirman & Pandowo coffee di durenan, yang mampu membuat atmosfer kreatif itu keluar. Setidaknya saya sering  menulis, membaca buku & lobby-lobby hehe.
                Perkembangan kedai kopi di Trenggalek hari ini juga mulai berubah dari kopi-kopi sachet menjadi kopi-kopi biji & bubuk kopi murni yang diproduksi  industry kecil yang berada dirumah-rumah. Salah satu produk kopi yang diproduksi di Trenggalek adalah jimat kopi, adalah kopi yang produksi di kecamatan suruh. Kalau anda mau beli silakan datang ke kantor paditren atau langsung buka website paditren.
                Selain itu  jenis kopi yang di sediakan juga lokasi usahanya, akhir-akhir ini banyak angkringan yang bertebaran hampir diseluruh Trenggalek, yang membedakan angkringan  dengan kedai kopi adalah tambahan makanan yang disediakan di angkringan yang berupa sate usus, telur puyuh, baceman hingga sego kucing dan inovasi terkahir adalah nasi bakar, itu menjadi menu wajib yang harus ada di angkringan, serta harus memiliki tempat duduk yang bisa buat nangkring.
                Salah satu kendala kedai kopi adalah yang kami rasakan sebagai pelanggan adalah sering kali kami tidak mendapat kembalian yang pas alias kami sering mengambil kacang untuk penganti uang kembalian. Tidka banyak kedai kopi di Trenggalek yang menyediakan system pembayaran secara cashless,seperti di tempat lain. Tetapi kemarin saya menemukan sebuah kedai kopi kecil di durenan yang menggunkan system QR pay  BRI.
                Nama kedai kopi tersebut kalau tidak salah warung kopi lincak ciut, kalau mau tempatnya silakan google sendiri, sudah ada reviewnya di situ. Pemilik kedai kopi ini adalah wanita usia 50 keatas yang secara generasi tidak terlalu paham soal teknologi, walaupun sudah menggunakan gadget kegunaan gadget hanya sebatas untuk telpon, chatting & sms saja. Tetapi adaptasinya pada system pemabayaran cashless patut di apresiasi dengan begitu setidaknya pengunjungnya tidak perlu kembalian dengan permen atau kacang.
                Selain system pembayaran yang cashless kopi & gorengan di kedai ini memang nikmat, gorengan yang berupa tempe & tahu hangat yang disandingkan dengan kopi memang cukup mengiyurkan untuk pagi hari di hari libur. Tapi kedai ini sangat sederhana hanya ada 3 kursi panjang atau orang jawa menyebutnya sebagai lincak di dalam & 1 kursi panjang di luar. Soal atmosfer produktif tentu tidak ada, karena kedai ini lebih cocok sebagai kedai melepas lelah sehabis pulang dari sawah atau ladang.
                Tapi kembali ke soal atmosfer memang ruang public bernama kedai kopi di Trenggalek memang belum dapat membuat atmosfer menjadi lebih produktif, karena memang kondisi sosial masyarakat yang lebih dekat kearah membuang waktu layaknya pensiunan seperti yang ditulis oleh lelaki julid bernama Trigus dodik Susilo soal kota pensiunan. Anggapan bekerja yang menghasilkan harus berkemeja dan pergi ke kantor masih akan berlaku, entah kapan berakhir stigma itu.
                Tetapi ditengah stigma orang awam soal itu saya bisa melihat bahwa sudah mulai berkembangnya anak muda yang produktif memanfaatkan kedai kopi sebagai salah satu saranan untuk lebih produktif.

No comments:

Post a Comment